BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sejarah
menurut Sunnal dan Haas, merupakan studi kronologis yang menafsirkan dan
memberikan arti peristiwa dan berlaku metode sistematis untuk menemukan
kebenaran. Tentu memiliki berbagai masalah demi mencapai kebenaran tersebut,
diperlukan metode yang sistematis untuk mengatasinya. Tidak saja ilmu sejarah
dapat ditemui di lingkungan para peneliti dan sejarawan, namun ilmu sejarah pun
sangat berkontribusi dalam pendidikan.
Proses
kegiatan pendidikan sejarah melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural
yang antropologis-filosofis-normatif. Artinya bahwa pendidikan sejarah
berhubungan dengan suatu kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara
pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai-nilai budaya suatu masyarakat
(sebagai lingkungan pendidikan) yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan.
Landasan psikologi pendidikan sangat berpengaruh dalam pembelajaran sejarah,
dengan ini pembelajaran sejarah dapat dilakukan sesuai beberapa teori dalam
psikologi. Namun pada masing-masing teori psikologi pendidikan memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing, dalam hal ini perlu menyesuaian untuk
memilih teori yang paling cocok dalam pembelajaran sejarah. Jika dilihat dari
tujuan pembelajaran sejarah siswa didik diharapkan berfikir historis yang
kritis dan dapat mengambil nilai-nilai moral dari hasil pengamatan peristiwa di
masa lalu. Dari akhir tahun 1950-an hingga 1970-an, teori-teori Jean Piaget
menjadi kerangka untuk memahami kurikulum sekolah. Selama dua puluh delapan
tahun mulai dari 1955, paling tidak ada dua puluh empat tesis dan disertasi tentang
belajar sejarah dari perspektif ajaran Piaget yang dihasilkan di Inggris. Jean
Piaget mempelajari berpikir pada anak-anak, sebab ia yakin dengan cara ini ia
akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi.
2.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apa
yang dimaksud teori perkembangan kognitif yang dikemukankan Jean Piaget?
b.
Bagaimana
pemahaman psikologi belajar dan mengajar sejarah?
3.
TUJUAN
a.
Mengetahui
teori perkembangan kognitif yang dikemukakan Jean Piaget.
b.
Memahami
psikologi belajar dan mengajar sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET
Tujuan
teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan
intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang
menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan
hipotesis-hipotesis.
Jean Piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi
dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu:
a)
Proses
assimilation, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokan informasi
yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu.
b)
Proses
accomodation, yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah
apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat
disesuaikan dengan lebih baik.
Piaget melihat perkembangan kognitif tersebut
sebagai hasil perkembangan saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi
dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui. Asimilasi
tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah
lalu.
Teori
kognitif yang dikembangkan oleh Piaget tersebut dalam konteks teori
keseimbangan yang disebut “accomodation”, memberi penjelasanan bahwa
struktur fungsi kognitif itu dapat berubah kalau individu berhadapan dengan
hal-hal baru yang tidak dapat diorganisasikan
kedalam struktur yang telah ada (association). Teori Jean Piaget
menitik beratkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami dari lahir hingga
dewasa. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang di teliti oleh Jean Piaget
yaitu:
1)
Struktur,
yaitu adanya hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan
perkembangan berpikir logis anak. Tindakan-tindakan (action) menuju pada
perkembangan operasi-operasi, dan selanjutnya operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
2)
Isi,
yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3)
Fungsi,
yaitu cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut
Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi
dan adaptasi.
Asas-asas
perkembangannya menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami
dari lahir sampai dewasa, untuk bisa memahami teori ini bergantung pada
pemahaman asumsi-asumsi biologi yang menurunkan teori itu maupun implikasi
asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan. Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus
menerus dengan lingkungan.
Untuk
mengetahui interaksi dengan lingkungan tersebut ada dua macam studi yang
dilakukan Piaget mengenai perkembangan anak dan remaja yaitu:
1)
Melakukan
observasi tehadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan menanyai mereka
tentang aturan yang mereka ikuti.
2)
Melakukan
tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan perbuatan salah dan
benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta responden (yang terdiri atas anak
dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan moral
mereka sendiri.
Hasil penilaian mereka dapat disimpulkan bahwa
mereka dalam bermain ternyata mempunyai aturan yang harus dipenuhi, jadi mereka
belajar memenuhi aturan.
2.
PSIKOLOGI MENGAJAR DAN BELAJAR SEJARAH
Melihat
penelitian sejarah dari sisi psikologi ini sebagai kegiatan yang utuh berarti
melakukan kesalahan yang dilakukan pemula dalam sebuah penelitian yang terkenal
tentang keahlian dalam fisika: kecenderungan mengelompokan elemen-elemen
menurut kesamaan ciri-ciri luar, bukan struktur-dalam. Dalam kenyataan,
berbagai penelitian dibahas disini lebih banyak dipersatukan oleh kata kunci
dalam pangkalan data. Penelitian sejarah dapat dikatakan sebagai pelengkap
saja. Meski kata “sejarah” muncul dalam semua penelitian ini, jarang kata ini
berbicara dalam hal yang sama. Bagi peneliti, belajar sejarah dapat berarti apa
saja, dari menghafal tanggal-tanggal hingga menguasai seperangkat hubungan
logis, dari mampu mengutip dari kisah yang telah disepakati sebelumnya hingga
berdebat tentang berbagai persoalan yang kabur definisinya hingga berdebat
berbagai persoalan yang memiliki lebih dari satu interpretasi. Berbagai sejarah
ini dan berbagai empiris dilakukan atas nama sejarah tidak saja mencerminkan
murid dan guru-guru yang diteliti pula tetapi juga mencerminkan banyak tentang
para peneliti yang melakukan penelitian bersangkutan. Dalam arti ini, seluruh
penelitian sejarah yang menarik, dari sisi psikologi merupakan catatan sejarah
yang menarik, suatu pemandangan alam paduan berbagai bentuk yang membuktikan
bahwa banyak cara untuk memahami penelitian mengenai masa lalu.
Tantangan
bagi siswa tenteu kemampuan membaca teks sejarah karena sejarah
berhubungan dengan dokumen mengenai masa
lampau. Bukan hanya sekedar membaca tetapi dapat mengetahui isi teks tersebut
dengan baik. Pada tingkat tertinggi, pembacaan teks tersebut dapat mendatangkan
kearifan. Kearifan itu bukan sesuatu yang menjalar dari teks kepada siswa,
melainkan sesuatu yang berkembang pada diri siswa dengan mempertanyakan teks.
Tantangan
bagi guru bagaimana mengajarkan sejarah itu dengan pendekatan multidisiplin.
Hanya dengan pendekatan multidisiplin dapat dihadapi dengan lebih baik
persoalan kompleksitas sejarah. Tentu sang guru itu sendiri harus memiliki bekal
tersebut. Dengan kata lain, guru harus memiliki pengetahuan dan wawasan luas.
Ada guru yang dominan didalam kelas, tetapi adapula yang memusatkan perhatian
agar ia tidak perlu banyak bicara tetapi mendorong murid-murid agar mampu
berdiskusi bersama. Jadi ada guru yang “kelihatan” dan ada pula guru yang
“tidak kelihatan”. Namun modus mengajar ini tentu dapat dipertukarkan sehingga
suasana kelas tidak monoton.
Tahun
1990-an menyaksikan sebuah perubahan besar. Para peneliti kognitif mengganti
waktu yang hilang dengan meluncurkan kegiatan penelitian berbagai topik, dari
konsep anak-anak tentang sejarah yang salah hingga cara anak membaca buku teksa
sejarah, dari pengetahuan guru tentang mata pelajaran hingga penilaian
kemampuan mengajar sejarah.
2.1 Belajar Sejarah
Salah
satu kesimpulan penting yang diperoleh dari pendekatan kognitif pada belajar
ialah pelajar membawa kedalam suasana belajar paduan dari keyakinan dan konsep,
ada yang benar dan ada yang salah, dan melalui paduan ini disaring informasi
baru. Meski penelitian sebelumnya telah memetakan beberapa aspek keyakinan
sejarah anak –anak, terutama dari sisi zaman dan kronologi, berbagai penelitian
akhir-akhir ini menggali cara berpikir mereka dari sisi berbagai topik dan ide.
2.2 Membaca Buku Pelajaran
Sejarah
Penelitian atas rancangan teks menunjukan bahwa
prinsip-prinsip kognitif dapat digunakan untuk membuat buku teks sejarah lebih
“ramah”. Pendekatan yang lebih tepat untuk memperbaiki pemahaman murid mungkin
dapat melatih murid untuk menguasai teks yang pada hakikatnya tidak ramah.
Dalam sebuah penelitian perbandingan buku teks sejarah dengan tulisan sejarah
akademis, Avon Crismore menemukan bahwa “metadiscourse”, atau indikator bagi
penilaian, hal-hal yang ditekankan, dan ketidakpastian, sering digunakan pada
tulisan sejarah tetapi biasanya dihilangkan dari buku pelajaran.
2.3 Mengajar Sejarah
Selama dua puluh lima tahun antara tahun 1950 dan
1975, penelitian tentang mengajar di kelas sangat mempengaruhi oleh
behaviorisme yang terfokus pada kegiatan mengajar diskrit seperti frekuensi
pertanyaan dalam kelas dan kadar pendorong dari jawaban guru. Pada inti dari
pendekatan ini ialah sebuah asumsi tentang persamaan mendasar diantara mata
pelajaran sekolah satu sama lain. Variasi ini disebut “variabel konteks” (“context
variable”) dan muncul [jika muncul] dalam diskusi singkat tentang batas-batas
temuan penelitian. Antara tahun 1960-an dan 1970-an, penelitian tentang
mengajar menyaksikan suksesnya yang terbesar dalam mengajar kemampuan diskrit;
dalam hal ini guru memeriksa pemahaman tentang suatu hasil yang kongkret dan
kemudian menuntun murid memecahkan masalah- masalah atau latihan-latihan yang
sama. Tetapi seperti kata Barrack Rosenshine, dalam analisisnya tentang
pelajaran sejarah tentang Federalist No.10, yang diajarkan oleh Menteri
Pendidikan Amerika pada waktu itu, William Bennett, penelitian tentang
keterampilan mengajar sama sekali tidak ada menyinggung hal mengajarkan isi:
“Kita bahkan tidak memiliki nama-nama yang tepat untuk itu. . . . Bagaimana
kita mengajarkan isi ini dan ide-ide ini? Model keterampilan tidak banyak
membantu kita.”
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Penelitian
yang sedang berjalan tentang mengajar dan belajar sejarah ditandai oleh aneka
ragam penelitian yang mencerminkan kekuatan pendeketan kognitif. Dalam beberapa
bidang, sejarah bukanlah penerima manfaat dari temuan-temuan yang dihasilkan
dari penelitian tentang mata pelajaran yang lain, tetapi tempat bebagai
pelajaran yang dipetik ini pertama-tama berbiak dan berakar.
Tiga
perkembangan tambahan memastikan lampu sorot akan tetap tertuju pada sejarah.
Pertama, perhatian akhir-akhir ini pada uraian yang melihat pembentukan uraian
sebagai “kemampuan kognitif”, akan dapat menghasilkan lebih banyak lagi bila
ruang lingkupnya diperluasnya ke pembentukan uraian sejarah. Topik ini
dianggap sudah digarap dengan kesadaran
diri yang makin besar oleh sejarawan profesional, dan ahli psikologi banyak
memberikan sumbangan kepada kegiatan ini. Kedua, teknologi baru seperti hipermedia
dan pangkalan data dalam komputer telah membuka berbagai kemungkinan dalam
sejarah yang tidak dapat dibayangkan beberapa tahun yang lalu. Berbagai
kegiatan sedang dijalankan untuk menyelidiki peran teknologi dalam meningkatkan
pemahaman sejarah. Akhirnya, sejarah telah menjadi tempat bagi berbagai
perkembangan baru dalam penelitian murid dan guru dan tampaknya akan tetap
menjadi lahan pengembangan yang kaya pada masa yang akan datang.
2.
KRITIK DAN SARAN
Demikian
makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan
memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf,
alfa dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Wineburg, Sam.
2006. Berpikir Historis:Memetakan Masa Depan, Mengajarkan masa lalu. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Sagala,
Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar