Minggu, 15 November 2015

Teori Perkembangan Kognitif - Jean Piaget


BAB I
PENDAHULUAN
1.     LATAR BELAKANG
      Sejarah menurut Sunnal dan Haas, merupakan studi kronologis yang menafsirkan dan memberikan arti peristiwa dan berlaku metode sistematis untuk menemukan kebenaran. Tentu memiliki berbagai masalah demi mencapai kebenaran tersebut, diperlukan metode yang sistematis untuk mengatasinya. Tidak saja ilmu sejarah dapat ditemui di lingkungan para peneliti dan sejarawan, namun ilmu sejarah pun sangat berkontribusi dalam pendidikan.
      Proses kegiatan pendidikan sejarah melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural yang antropologis-filosofis-normatif. Artinya bahwa pendidikan sejarah berhubungan dengan suatu kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai-nilai budaya suatu masyarakat (sebagai lingkungan pendidikan) yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Landasan psikologi pendidikan sangat berpengaruh dalam pembelajaran sejarah, dengan ini pembelajaran sejarah dapat dilakukan sesuai beberapa teori dalam psikologi. Namun pada masing-masing teori psikologi pendidikan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dalam hal ini perlu menyesuaian untuk memilih teori yang paling cocok dalam pembelajaran sejarah. Jika dilihat dari tujuan pembelajaran sejarah siswa didik diharapkan berfikir historis yang kritis dan dapat mengambil nilai-nilai moral dari hasil pengamatan peristiwa di masa lalu. Dari akhir tahun 1950-an hingga 1970-an, teori-teori Jean Piaget menjadi kerangka untuk memahami kurikulum sekolah. Selama dua puluh delapan tahun mulai dari 1955, paling tidak ada dua puluh empat tesis dan disertasi tentang belajar sejarah dari perspektif ajaran Piaget yang dihasilkan di Inggris. Jean Piaget mempelajari berpikir pada anak-anak, sebab ia yakin dengan cara ini ia akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi.
2.     RUMUSAN MASALAH
a.     Apa yang dimaksud teori perkembangan kognitif yang dikemukankan Jean Piaget?
b.     Bagaimana pemahaman psikologi belajar dan mengajar sejarah?
3.     TUJUAN
a.     Mengetahui teori perkembangan kognitif yang dikemukakan Jean Piaget.
b.     Memahami psikologi belajar dan mengajar sejarah.



BAB II
PEMBAHASAN

1.     TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET
      Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Jean Piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu:
a)     Proses assimilation, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokan informasi yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu.
b)    Proses accomodation, yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik.
Piaget melihat perkembangan kognitif tersebut sebagai hasil perkembangan saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui. Asimilasi tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah lalu.
      Teori kognitif yang dikembangkan oleh Piaget tersebut dalam konteks teori keseimbangan yang disebut “accomodation”, memberi penjelasanan bahwa struktur fungsi kognitif itu dapat berubah kalau individu berhadapan dengan hal-hal baru yang tidak dapat diorganisasikan  kedalam struktur yang telah ada (association). Teori Jean Piaget menitik beratkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami dari lahir hingga dewasa. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang di teliti oleh Jean Piaget yaitu:
1)    Struktur, yaitu adanya hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak. Tindakan-tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi-operasi, dan selanjutnya operasi menuju  pada perkembangan struktur-struktur.
2)    Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3)    Fungsi, yaitu cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
      Asas-asas perkembangannya menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami dari lahir sampai dewasa, untuk bisa memahami teori ini bergantung pada pemahaman asumsi-asumsi biologi yang menurunkan teori itu maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan.
      Untuk mengetahui interaksi dengan lingkungan tersebut ada dua macam studi yang dilakukan Piaget mengenai perkembangan anak dan remaja yaitu:
1)    Melakukan observasi tehadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan menanyai mereka tentang aturan yang mereka ikuti.
2)    Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan perbuatan salah dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta responden (yang terdiri atas anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan moral mereka sendiri.
Hasil penilaian mereka dapat disimpulkan bahwa mereka dalam bermain ternyata mempunyai aturan yang harus dipenuhi, jadi mereka belajar memenuhi aturan.

2.     PSIKOLOGI MENGAJAR DAN BELAJAR SEJARAH
      Melihat penelitian sejarah dari sisi psikologi ini sebagai kegiatan yang utuh berarti melakukan kesalahan yang dilakukan pemula dalam sebuah penelitian yang terkenal tentang keahlian dalam fisika: kecenderungan mengelompokan elemen-elemen menurut kesamaan ciri-ciri luar, bukan struktur-dalam. Dalam kenyataan, berbagai penelitian dibahas disini lebih banyak dipersatukan oleh kata kunci dalam pangkalan data. Penelitian sejarah dapat dikatakan sebagai pelengkap saja. Meski kata “sejarah” muncul dalam semua penelitian ini, jarang kata ini berbicara dalam hal yang sama. Bagi peneliti, belajar sejarah dapat berarti apa saja, dari menghafal tanggal-tanggal hingga menguasai seperangkat hubungan logis, dari mampu mengutip dari kisah yang telah disepakati sebelumnya hingga berdebat tentang berbagai persoalan yang kabur definisinya hingga berdebat berbagai persoalan yang memiliki lebih dari satu interpretasi. Berbagai sejarah ini dan berbagai empiris dilakukan atas nama sejarah tidak saja mencerminkan murid dan guru-guru yang diteliti pula tetapi juga mencerminkan banyak tentang para peneliti yang melakukan penelitian bersangkutan. Dalam arti ini, seluruh penelitian sejarah yang menarik, dari sisi psikologi merupakan catatan sejarah yang menarik, suatu pemandangan alam paduan berbagai bentuk yang membuktikan bahwa banyak cara untuk memahami penelitian mengenai masa lalu.
        Tantangan bagi siswa tenteu kemampuan membaca teks sejarah karena sejarah berhubungan  dengan dokumen mengenai masa lampau. Bukan hanya sekedar membaca tetapi dapat mengetahui isi teks tersebut dengan baik. Pada tingkat tertinggi, pembacaan teks tersebut dapat mendatangkan kearifan. Kearifan itu bukan sesuatu yang menjalar dari teks kepada siswa, melainkan sesuatu yang berkembang pada diri siswa dengan mempertanyakan teks.
        Tantangan bagi guru bagaimana mengajarkan sejarah itu dengan pendekatan multidisiplin. Hanya dengan pendekatan multidisiplin dapat dihadapi dengan lebih baik persoalan kompleksitas sejarah. Tentu sang guru itu sendiri harus memiliki bekal tersebut. Dengan kata lain, guru harus memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Ada guru yang dominan didalam kelas, tetapi adapula yang memusatkan perhatian agar ia tidak perlu banyak bicara tetapi mendorong murid-murid agar mampu berdiskusi bersama. Jadi ada guru yang “kelihatan” dan ada pula guru yang “tidak kelihatan”. Namun modus mengajar ini tentu dapat dipertukarkan sehingga suasana kelas tidak monoton.
        Tahun 1990-an menyaksikan sebuah perubahan besar. Para peneliti kognitif mengganti waktu yang hilang dengan meluncurkan kegiatan penelitian berbagai topik, dari konsep anak-anak tentang sejarah yang salah hingga cara anak membaca buku teksa sejarah, dari pengetahuan guru tentang mata pelajaran hingga penilaian kemampuan mengajar sejarah.
2.1   Belajar Sejarah
        Salah satu kesimpulan penting yang diperoleh dari pendekatan kognitif pada belajar ialah pelajar membawa kedalam suasana belajar paduan dari keyakinan dan konsep, ada yang benar dan ada yang salah, dan melalui paduan ini disaring informasi baru. Meski penelitian sebelumnya telah memetakan beberapa aspek keyakinan sejarah anak –anak, terutama dari sisi zaman dan kronologi, berbagai penelitian akhir-akhir ini menggali cara berpikir mereka dari sisi berbagai topik dan ide.
2.2   Membaca Buku Pelajaran Sejarah
Penelitian atas rancangan teks menunjukan bahwa prinsip-prinsip kognitif dapat digunakan untuk membuat buku teks sejarah lebih “ramah”. Pendekatan yang lebih tepat untuk memperbaiki pemahaman murid mungkin dapat melatih murid untuk menguasai teks yang pada hakikatnya tidak ramah. Dalam sebuah penelitian perbandingan buku teks sejarah dengan tulisan sejarah akademis, Avon Crismore menemukan bahwa “metadiscourse”, atau indikator bagi penilaian, hal-hal yang ditekankan, dan ketidakpastian, sering digunakan pada tulisan sejarah tetapi biasanya dihilangkan dari buku pelajaran.
2.3   Mengajar Sejarah
Selama dua puluh lima tahun antara tahun 1950 dan 1975, penelitian tentang mengajar di kelas sangat mempengaruhi oleh behaviorisme yang terfokus pada kegiatan mengajar diskrit seperti frekuensi pertanyaan dalam kelas dan kadar pendorong dari jawaban guru. Pada inti dari pendekatan ini ialah sebuah asumsi tentang persamaan mendasar diantara mata pelajaran sekolah satu sama lain. Variasi ini disebut “variabel konteks” (“context variable”) dan muncul [jika muncul] dalam diskusi singkat tentang batas-batas temuan penelitian. Antara tahun 1960-an dan 1970-an, penelitian tentang mengajar menyaksikan suksesnya yang terbesar dalam mengajar kemampuan diskrit; dalam hal ini guru memeriksa pemahaman tentang suatu hasil yang kongkret dan kemudian menuntun murid memecahkan masalah- masalah atau latihan-latihan yang sama. Tetapi seperti kata Barrack Rosenshine, dalam analisisnya tentang pelajaran sejarah tentang Federalist No.10, yang diajarkan oleh Menteri Pendidikan Amerika pada waktu itu, William Bennett, penelitian tentang keterampilan mengajar sama sekali tidak ada menyinggung hal mengajarkan isi: “Kita bahkan tidak memiliki nama-nama yang tepat untuk itu. . . . Bagaimana kita mengajarkan isi ini dan ide-ide ini? Model keterampilan tidak banyak membantu kita.”


BAB III
PENUTUP

1.     KESIMPULAN
        Penelitian yang sedang berjalan tentang mengajar dan belajar sejarah ditandai oleh aneka ragam penelitian yang mencerminkan kekuatan pendeketan kognitif. Dalam beberapa bidang, sejarah bukanlah penerima manfaat dari temuan-temuan yang dihasilkan dari penelitian tentang mata pelajaran yang lain, tetapi tempat bebagai pelajaran yang dipetik ini pertama-tama berbiak dan berakar.
        Tiga perkembangan tambahan memastikan lampu sorot akan tetap tertuju pada sejarah. Pertama, perhatian akhir-akhir ini pada uraian yang melihat pembentukan uraian sebagai “kemampuan kognitif”, akan dapat menghasilkan lebih banyak lagi bila ruang lingkupnya diperluasnya ke pembentukan uraian sejarah. Topik ini dianggap  sudah digarap dengan kesadaran diri yang makin besar oleh sejarawan profesional, dan ahli psikologi banyak memberikan sumbangan kepada kegiatan ini. Kedua, teknologi baru seperti hipermedia dan pangkalan data dalam komputer telah membuka berbagai kemungkinan dalam sejarah yang tidak dapat dibayangkan beberapa tahun yang lalu. Berbagai kegiatan sedang dijalankan untuk menyelidiki peran teknologi dalam meningkatkan pemahaman sejarah. Akhirnya, sejarah telah menjadi tempat bagi berbagai perkembangan baru dalam penelitian murid dan guru dan tampaknya akan tetap menjadi lahan pengembangan yang kaya pada masa yang akan datang.
2.     KRITIK DAN SARAN
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.


DAFTAR PUSTAKA
Wineburg, Sam. 2006. Berpikir Historis:Memetakan Masa Depan, Mengajarkan masa lalu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar