Minggu, 15 November 2015

Sam Poo Kong - Laksamana Cheng Ho


Sam Poo Kong secara etimologis berarti tiga orang terdahulu yang menjadi wakil-wakil kekaisaran China. Sam Poo Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan Laksamana Cheng Ho. Ia berlayar bersama dengan Huang Zi Hong merupakan seorang juru mudi, dan Ho Sian. Mereka pertama kali tiba di Nusantara pada tahun 1405 M di pesisir pantai sebelah barat daya kota Semarang, pada saat ini telah menjadi Simongan.
Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng). Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan yang paling penting dan merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)
Bentuk bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang lain, klenteng ini tidak memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam Po.
Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada sebuah semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia memerintahkan mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat bersemedi dan bersembahyang. Zeng He memutuskan menetap untuk sementara waktu ditempat tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.
Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan di depan gua.
Sam Poo Kong cukup menarik jika dikaitkan dengan ilmu Antropologi, terutama Antropologi budaya. Ada beberapa konsep yang cocok dalam mengamati Sam Poo Kong, salah satunya adalah Culture Area (Daerah Budaya).
Suatu daerah budaya (culture area) adalah suatu daerah geografis yang memiliki sejumlah ciri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya. Menurut definisi di atas, suatu daerah kebudayaan yang mulanya berkaitan dengan pertumbuhan kebudayaan yang menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur lama ke arah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhannya tersebut (Supardan, 2011: 203).
Pada mulanya Sam Poo Kong adalah tempat masyarakat lokal berbaur. Namun semakin waktu berjalan, selain menjadi objek wisata, pada saat ini Sam Poo Kong telah menjadi tempat peringatan dan pemujaan atau bersembahyang serta tempat ziarah. Untuk keperluan tersebut, maka di bangun altar serta patung-patung Cheng Ho. Selain itu berdiri bangunan-bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi situs tersebut, tetapi juga pohon-pohon menuju pintu masuk. Kebudayaan masyarakat lokal semakin didominasi oleh budaya Tiongkok. Hal ini menandai bahwa telah terjadi culture area di Sam Poo Kong dan sampai sekarang banyak etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia yang berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar