Sam Poo Kong secara etimologis
berarti tiga orang terdahulu yang menjadi wakil-wakil kekaisaran China. Sam Poo
Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan Laksamana Cheng Ho. Ia
berlayar bersama dengan Huang Zi Hong merupakan seorang juru mudi, dan Ho Sian.
Mereka pertama kali tiba di Nusantara pada tahun 1405 M di pesisir pantai
sebelah barat daya kota Semarang, pada saat ini telah menjadi Simongan.
Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu
Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat
pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai
Tumpeng). Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan yang paling penting dan
merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Gua yang memiliki mata air yang tak
pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)
Bentuk bangunan klenteng merupakan bangunan
tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang lain, klenteng ini
tidak memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang
pemujaan Sam Po.
Menurut
cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana
Zheng He sedang
mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada sebuah
semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia memerintahkan mendarat dengan
menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Ia
mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah sampai didaratan, ia menemukan
sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat bersemedi dan bersembahyang. Zeng
He memutuskan menetap untuk sementara waktu ditempat tersebut. Sedangkan awak
kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada
disekitar tempat itu.
Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan
Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai
ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun sebelumnya
diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po runtuh
disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya
ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari
Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan
di depan gua.
Sam Poo Kong cukup menarik jika
dikaitkan dengan ilmu Antropologi, terutama Antropologi budaya. Ada beberapa
konsep yang cocok dalam mengamati Sam Poo Kong, salah satunya adalah Culture
Area (Daerah Budaya).
Suatu daerah budaya (culture
area) adalah suatu daerah geografis yang memiliki sejumlah ciri-ciri budaya
dan kompleksitas lain yang dimilikinya. Menurut definisi di atas, suatu daerah
kebudayaan yang mulanya berkaitan dengan pertumbuhan kebudayaan yang
menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur lama ke
arah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhannya tersebut (Supardan, 2011:
203).
Pada mulanya Sam Poo Kong adalah
tempat masyarakat lokal berbaur. Namun semakin waktu berjalan, selain menjadi
objek wisata, pada saat ini Sam Poo Kong telah menjadi tempat peringatan dan
pemujaan atau bersembahyang serta tempat ziarah. Untuk keperluan tersebut, maka
di bangun altar serta patung-patung Cheng Ho. Selain itu berdiri
bangunan-bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Sejumlah lampion merah
tidak saja menghiasi situs tersebut, tetapi juga pohon-pohon menuju pintu
masuk. Kebudayaan masyarakat lokal semakin didominasi oleh budaya Tiongkok. Hal
ini menandai bahwa telah terjadi culture area di Sam Poo Kong dan sampai
sekarang banyak etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia yang berkunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar