Minggu, 15 November 2015

POTRET WANITA KARIR DAN TERPELAJAR MASA KINI


Wanita adalah makhluk istimewa yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kaum lelaki. Secara hakikat mereka juga akan memiliki suami dan menjadi ibu bagi anak-anaknya, meski terkadang ada yang harus mengadopsi anak. Mereka memiliki sifat lemah lembut, pemalu dan anggun. Sebagai seorang istri dan ibu, wanita harus mampu melayani suami dan mengurus anak, serta menjaga kehormatan rumah tangganya. Secara umum wanita dituntut untuk bisa melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan lain-lain. Selain itu wanita juga harus bisa memberikan pendidikan kepada anak sejak kecil. Dan semua keahlian itu diperoleh secara informal atau berdasarkan pengalaman.
Impian semua lelaki adalah mendapatkan istri yang sholehah, berbudi pekerti dan mampu mengurus anak-anaknya kelak dengan baik. Sebagaimana nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam menggambarkan dalam sabdanya bahwa “Dunia ini perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan itu ialah perempuan yang sholeh (perempuan yang baik tentang agama, rumah-tangga, pergaulan dan sebagainya)” hadits riwayat Muslim (Salim, tt: 11). Mayoritas orang memiliki lebih banyak kenangan bersama ibu dibandingkan dengan ayahnya sewaktu kecil. Hal ini dikarenakan ibu menjadi sosok yang paling dekat dengan anaknya. Dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan seorang ibu memberikan ASI kepada anaknya sewaktu balita. Anak diajarkan tentang perilaku yang baik dalam masyarakat mulai sejak dini.
Berbeda dengan sebagian wanita pada saat ini. Mereka lebih mementingkan karir dibandingkan rumah tangganya. Pembantu rumah tangga menjadi solusi alternatif untuk mengurusi anak dan suami di rumah. Semasa muda mereka menghabiskan waktu untuk fokus terhadap penunjang karirnya. Sehingga mereka lupa terhadap tugas utama sebagai istri dan ibu. Tidak sedikit yang belum bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Diantara mereka ada yang menjadi artis, penyanyi, model, presenter, jurnalis, sekretaris, dan sebagainya.
Dengan kondisi wanita  seperti itu cukup menimbulkan berbagai permasalahan, khususnya bagi karakter anak. Seorang wanita karir biasanya pulang ke rumah dalam keadaan lelah setelah seharian bekerja di luar rumah, hal ini secara psikologis akan berpengaruh terhadap tingkat kesabaran yang dimilikinya, baik dalam menghadapi pekerjaan rumah tangga sehari-hari, maupun dalam menghadapi anak-anaknya. Jika hal ini terjadi maka sang ibu akan mudah marah dan berkurang rasa pedulinya terhadap anak. Survey yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukan bahwa anak kecil yang menjadi kekerasan orang tua yang seharusnya tidak terjadi apabila mereka memiliki kesabaran yang cukup dalam mendidik anak.
Hal lain yang lebih berbahaya adalah terjerumusnya anak-anak kepada hal yang negatif, seperti tindak kriminal yang dilakukan sebagai akibat dari kurangnya kasih sayang yang diberikan orang tua, khusunya ibu terhadap anak-anaknya (Kompasiana.com, 26/8/2010). Andaikata anak tersebut masuk ke dalam lingkungan yang buruk, karena tidak memiliki dasar pendidikan dari orang tuanya maka ia akan terseret dalam arus lingkungan tersebut. Bisa saja ia menjadi seorang anak yang nakal, dari sana meningkat menjadi anak yang brutal dan meresahkan masyarakat, bahkan sampai negara. Ancaman ini juga menjurus pada masalah sosial yang kerap dialami oleh anak-anak TKW saat ditinggal. Dari hasil pengawasan KPAI, masalah tersebut meliputi banyaknya anak-anak TKW yang putus sekolah. Kemudian, addicted pornografi, seks bebas, hamil di luar nikah, hingga perilaku kriminal. Dan 7 dari 10 anak TKW mengalaminya (Jpnn.com, 8/2/2015).
Selain masalah yang berpengaruh terhadap anak, masalah ini juga merambat kepada hubungan antara seorang istri dengan suaminya. Di kalangan para suami wanita karir, tidaklah mustahil menjadi bila mereka memiliki istri yang pandai, aktif, kreatif, dan maju serta dibutuhkan masyarakat. Namun di lain sisi mereka mempunyai problem dengan istrinya. Mereka juga akan merasa tersaingi dan tidak terpenuhi hak-hak sebagi suami. Kebanyakan suami yang istrinya berkarir merasa sedih dan sakit hati apabila istrinya yang berkarir tidak ada ditengah-tengah keluarganya pada saat keluarganya membutuhkan kehadiran mereka. Juga ada keresahan pada suami, khususnya pasangan-pasangan usia muda karena mereka selalu menolak untuk memiliki anak dengan alasan takut mengganggu karir yang tengah dirintis olehnya (Kompasiana.com, 26/8/2010). Disini dapat kita temukan bahwa peran seorang ibu sangat penting bagi pembentukan karakter anak dan kesuksesan suami. Sebagaimana Umar ibn Khatthab berkata “dibalik seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, ada ibu dan istri yang hebat di belakangnya”.
Perempuan sebagai kaum terpelajar yang seharusnya bisa berkiprah dan berkontribusi dalam kemaslahatan umat, tanpa sadar nyatanya telah menjadi komprador para pembuat kebajikan imperialistik. Atau jika tidak terkategorikan komprador, mereka telah masuk jebakan yang lain, yaitu individualisme. Karena keterpelajarannya hanya digunakan secara pribadi, atas nama pretasi dan prestige semata, serta perut sendiri (Islampos.com, 26/4/2015).  Seorang tokoh wanita di Inggris yang bernama Wollstonecraft mengemukakan isi pemikirannya dalam sebuah karya yang paling terkenal berjudul A Vindication of the Rights of Woman tahun 1792 bahwa “semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita menjadi warga negara, istri, dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang rasional dan lebih luhur”(Supardan, 2011: 364-365).
Banyak wanita beranggapan bahwa pendidikan hanya sebagai pijakan untuk mencapai cita-cita dan karir yang diharapkannya. Namun ternyata pendidikan bagi perempuan tidak hanya ditujukan untuk mencapai profesi tertentu saja, melainkan agar perempuan menjadi warga negara, istri dan ibu yang baik dan profesional berdasarkan hakikatnya. Oleh sebab itu, perlu diluruskan bahwa perempuan dituntut secara alamiah untuk bisa menjadi istri dan ibu yang baik dalam rumah tangga, bukan malah mendahulukan karir ketimbang harus berada di rumah melayani dan mengurus keluarganya.
Selanjutnya dalam hadits Bukhari, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda “Wanita itu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya, dan akan ditanya tentang pimpinannya” (Salim, tt. 12). Dijelaskan bahwa wanita kelak akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal melayani suami dan mengurusi anak-anaknya. Tugas-tugasnya sebagai istri dan ibu akan ditanyakan karena wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya. Maka senantiasa seorang wanita harus memperhatikan dan memprioritaskan segala urusan rumah tangganya di bandingkan karir. Bukan berarti dapat disalahkan seorang wanita yang bekerja menurut profesinya, namun disini lebih ditekankan bahwa wanita tidak boleh melalaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Pendidikan formal, khususnya perguruan tinggi sepenuhnya hanya mengajarkan tentang teori-teori ilmu pengetahuan tertentu. Kaum perempuan tidak menemukan jati dirinya sebagai istri dan ibu dalam pendidikan tersebut. Mereka hanya diberikan ilmu-ilmu tentang meraih profesi tertentu. Sangat disayangkan pada masa remaja akhir seharusnya perempuan lebih mempersiapkan diri dengan belajar ilmu rumah tangga untuk masa depannya kelak. Meskipun ilmu tentang rumah tangga lebih sering diperoleh secara informal dan empiris. Namun cukup sulit jika dilihat berdasarkan kenyataan pada saat ini. Wanita lebih menyibukan diri mengerjakan tugas-tugas sekolah atau kuliahnya dan menghiraukan membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Solusi alternatif dalam menyikapi fenomena ini cukup sulit ditemukan. Karena selain maraknya wanita terpelajar dan berkarir yang memiliki sikap individualis tinggi juga karena kebijakan pemerintah yang seolah-olah menghilangkan batas antara kodrat dengan modernisasi. Adapun pencegahan terhadap masalah ini adalah dengan lebih ditekankan kajian-kajian khususnya di lingkungan pendidikan tentang urgensi hakikat menjadi seorang ibu dan istri terhadap kemajuan bangsa. Kajian tersebut bisa berupa seminar-seminar, training motivation, ataupun  talkshow baik dalam lingkup kampus, nasional, bahkan sampai internasional. Untuk lebih lanjut agar didirikannya diklat-diklat tentang pendidikan rumah tangga di masyarakat. Supaya para perempuan muda dan remaja yang berada di tengah kesibukan menjalani pendidikan mendapatkan pelatihan khusus untuk menjadi ibu dan istri yang profesional sesuai kodrat yang mengikuti perkembangan zaman


Referensi
Salim, Hadiyah. (tt). Wanita islam : Kepribadian dan perjuangannya. Jakarta: CV Remadja Karya.
Supardan, Dadang. (2011). Pengantar ilmu sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Mia. (2015). Kasus kriminal anak meningkat, dorong syarat tkw diperketat. [Online] diakses dari http://www.jpnn.com/news.php?id=286267.
Saefulla, Saad. (2015). Perempuan idaman, sukses berkarya membangun peradaban. [Online] diakses dari http://www.islampos.com/perempuan-idaman-sukses-berkarya-membangun-peradaban-179673/.
Talita, Bertha. (2010). Dampak positif dan negatif wanita karir. [Online] diakses dari http://www.kompasiana.com/post/read/239957/1/dampak-positif-dan-negatif-wanita-karir.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar