Wanita adalah makhluk istimewa yang diciptakan Tuhan untuk menjadi
istri-istri kaum lelaki. Secara hakikat mereka juga akan memiliki suami dan
menjadi ibu bagi anak-anaknya, meski terkadang ada yang harus mengadopsi anak.
Mereka memiliki sifat lemah lembut, pemalu dan anggun. Sebagai seorang istri
dan ibu, wanita harus mampu melayani suami dan mengurus anak, serta menjaga
kehormatan rumah tangganya. Secara umum wanita dituntut untuk bisa melakukan berbagai
pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan
lain-lain. Selain itu wanita juga harus bisa memberikan pendidikan kepada anak
sejak kecil. Dan semua keahlian itu diperoleh secara informal atau berdasarkan
pengalaman.
Impian semua lelaki adalah mendapatkan istri yang sholehah, berbudi
pekerti dan mampu mengurus anak-anaknya kelak dengan baik. Sebagaimana nabi
Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam menggambarkan dalam sabdanya bahwa
“Dunia ini perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan itu ialah perempuan yang
sholeh (perempuan yang baik tentang agama, rumah-tangga, pergaulan dan
sebagainya)” hadits riwayat Muslim (Salim, tt: 11). Mayoritas orang memiliki
lebih banyak kenangan bersama ibu dibandingkan dengan ayahnya sewaktu kecil. Hal
ini dikarenakan ibu menjadi sosok yang paling dekat dengan anaknya. Dengan
penuh kasih sayang dan keikhlasan seorang ibu memberikan ASI kepada anaknya
sewaktu balita. Anak diajarkan tentang perilaku yang baik dalam masyarakat
mulai sejak dini.
Berbeda dengan sebagian wanita pada saat ini. Mereka lebih
mementingkan karir dibandingkan rumah tangganya. Pembantu rumah tangga menjadi
solusi alternatif untuk mengurusi anak dan suami di rumah. Semasa muda mereka
menghabiskan waktu untuk fokus terhadap penunjang karirnya. Sehingga mereka
lupa terhadap tugas utama sebagai istri dan ibu. Tidak sedikit yang belum bisa
melakukan pekerjaan rumah tangga. Diantara mereka ada yang menjadi artis,
penyanyi, model, presenter, jurnalis, sekretaris, dan sebagainya.
Dengan kondisi wanita seperti
itu cukup menimbulkan berbagai permasalahan, khususnya bagi karakter anak. Seorang
wanita karir biasanya pulang ke rumah dalam keadaan lelah setelah seharian
bekerja di luar rumah, hal ini secara psikologis akan berpengaruh terhadap
tingkat kesabaran yang dimilikinya, baik dalam menghadapi pekerjaan rumah
tangga sehari-hari, maupun dalam menghadapi anak-anaknya. Jika hal ini terjadi
maka sang ibu akan mudah marah dan berkurang rasa pedulinya terhadap anak.
Survey yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukan bahwa anak kecil yang
menjadi kekerasan orang tua yang seharusnya tidak terjadi apabila mereka
memiliki kesabaran yang cukup dalam mendidik anak.
Hal lain yang lebih berbahaya adalah terjerumusnya anak-anak kepada
hal yang negatif, seperti tindak kriminal yang dilakukan sebagai akibat dari
kurangnya kasih sayang yang diberikan orang tua, khusunya ibu terhadap
anak-anaknya (Kompasiana.com, 26/8/2010). Andaikata anak tersebut masuk ke
dalam lingkungan yang buruk, karena tidak memiliki dasar pendidikan dari orang
tuanya maka ia akan terseret dalam arus lingkungan tersebut. Bisa saja ia
menjadi seorang anak yang nakal, dari sana meningkat menjadi anak yang brutal
dan meresahkan masyarakat, bahkan sampai negara. Ancaman ini juga menjurus pada
masalah sosial yang kerap dialami oleh anak-anak TKW saat ditinggal. Dari hasil
pengawasan KPAI, masalah tersebut meliputi banyaknya anak-anak TKW yang putus
sekolah. Kemudian, addicted pornografi, seks bebas, hamil di luar nikah,
hingga perilaku kriminal. Dan 7 dari 10 anak TKW mengalaminya (Jpnn.com,
8/2/2015).
Selain masalah yang berpengaruh terhadap anak, masalah ini juga
merambat kepada hubungan antara seorang istri dengan suaminya. Di kalangan para
suami wanita karir, tidaklah mustahil menjadi bila mereka memiliki istri yang
pandai, aktif, kreatif, dan maju serta dibutuhkan masyarakat. Namun di lain
sisi mereka mempunyai problem dengan istrinya. Mereka juga akan merasa
tersaingi dan tidak terpenuhi hak-hak sebagi suami. Kebanyakan suami yang
istrinya berkarir merasa sedih dan sakit hati apabila istrinya yang berkarir
tidak ada ditengah-tengah keluarganya pada saat keluarganya membutuhkan
kehadiran mereka. Juga ada keresahan pada suami, khususnya pasangan-pasangan
usia muda karena mereka selalu menolak untuk memiliki anak dengan alasan takut
mengganggu karir yang tengah dirintis olehnya (Kompasiana.com, 26/8/2010). Disini
dapat kita temukan bahwa peran seorang ibu sangat penting bagi pembentukan
karakter anak dan kesuksesan suami. Sebagaimana Umar ibn Khatthab berkata
“dibalik seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, ada ibu dan istri yang hebat
di belakangnya”.
Perempuan sebagai kaum terpelajar yang seharusnya bisa berkiprah
dan berkontribusi dalam kemaslahatan umat, tanpa sadar nyatanya telah menjadi
komprador para pembuat kebajikan imperialistik. Atau jika tidak terkategorikan
komprador, mereka telah masuk jebakan yang lain, yaitu individualisme. Karena
keterpelajarannya hanya digunakan secara pribadi, atas nama pretasi dan prestige
semata, serta perut sendiri (Islampos.com, 26/4/2015). Seorang tokoh wanita di Inggris yang bernama
Wollstonecraft mengemukakan isi pemikirannya dalam sebuah karya yang paling
terkenal berjudul A Vindication of the Rights of Woman tahun 1792 bahwa
“semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita menjadi warga negara,
istri, dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang rasional dan lebih
luhur”(Supardan, 2011: 364-365).
Banyak wanita beranggapan bahwa pendidikan hanya sebagai pijakan
untuk mencapai cita-cita dan karir yang diharapkannya. Namun ternyata
pendidikan bagi perempuan tidak hanya ditujukan untuk mencapai profesi tertentu
saja, melainkan agar perempuan menjadi warga negara, istri dan ibu yang baik
dan profesional berdasarkan hakikatnya. Oleh sebab itu, perlu diluruskan bahwa
perempuan dituntut secara alamiah untuk bisa menjadi istri dan ibu yang baik
dalam rumah tangga, bukan malah mendahulukan karir ketimbang harus berada di
rumah melayani dan mengurus keluarganya.
Selanjutnya dalam hadits Bukhari, Rasulullah Shalallahu alaihi
wa sallam bersabda “Wanita itu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya,
dan akan ditanya tentang pimpinannya” (Salim, tt. 12). Dijelaskan bahwa
wanita kelak akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal melayani suami dan
mengurusi anak-anaknya. Tugas-tugasnya sebagai istri dan ibu akan ditanyakan
karena wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya. Maka senantiasa
seorang wanita harus memperhatikan dan memprioritaskan segala urusan rumah
tangganya di bandingkan karir. Bukan berarti dapat disalahkan seorang wanita
yang bekerja menurut profesinya, namun disini lebih ditekankan bahwa wanita
tidak boleh melalaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Pendidikan formal, khususnya perguruan tinggi sepenuhnya hanya
mengajarkan tentang teori-teori ilmu pengetahuan tertentu. Kaum perempuan tidak
menemukan jati dirinya sebagai istri dan ibu dalam pendidikan tersebut. Mereka
hanya diberikan ilmu-ilmu tentang meraih profesi tertentu. Sangat disayangkan
pada masa remaja akhir seharusnya perempuan lebih mempersiapkan diri dengan
belajar ilmu rumah tangga untuk masa depannya kelak. Meskipun ilmu tentang
rumah tangga lebih sering diperoleh secara informal dan empiris. Namun cukup
sulit jika dilihat berdasarkan kenyataan pada saat ini. Wanita lebih menyibukan
diri mengerjakan tugas-tugas sekolah atau kuliahnya dan menghiraukan membantu
ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Solusi alternatif dalam menyikapi fenomena ini cukup sulit
ditemukan. Karena selain maraknya wanita terpelajar dan berkarir yang memiliki
sikap individualis tinggi juga karena kebijakan pemerintah yang seolah-olah
menghilangkan batas antara kodrat dengan modernisasi. Adapun pencegahan
terhadap masalah ini adalah dengan lebih ditekankan kajian-kajian khususnya di
lingkungan pendidikan tentang urgensi hakikat menjadi seorang ibu dan istri
terhadap kemajuan bangsa. Kajian tersebut bisa berupa seminar-seminar, training
motivation, ataupun talkshow
baik dalam lingkup kampus, nasional, bahkan sampai internasional. Untuk lebih
lanjut agar didirikannya diklat-diklat tentang pendidikan rumah tangga di
masyarakat. Supaya para perempuan muda dan remaja yang berada di tengah
kesibukan menjalani pendidikan mendapatkan pelatihan khusus untuk menjadi ibu
dan istri yang profesional sesuai kodrat yang mengikuti perkembangan zaman
Referensi
Salim, Hadiyah. (tt). Wanita
islam : Kepribadian dan perjuangannya. Jakarta: CV Remadja Karya.
Supardan, Dadang. (2011). Pengantar
ilmu sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Mia. (2015). Kasus kriminal anak
meningkat, dorong syarat tkw diperketat. [Online] diakses dari http://www.jpnn.com/news.php?id=286267.
Saefulla, Saad. (2015). Perempuan
idaman, sukses berkarya membangun peradaban. [Online] diakses dari http://www.islampos.com/perempuan-idaman-sukses-berkarya-membangun-peradaban-179673/.
Talita, Bertha. (2010). Dampak
positif dan negatif wanita karir. [Online] diakses dari http://www.kompasiana.com/post/read/239957/1/dampak-positif-dan-negatif-wanita-karir.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar